Peraturan Perundangan Konstruksi Indonesia

TINJAUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

TENTANG JASA KONSTRUKSI

Oleh :

Ir. H. Nazarkhan Yasin


A. SYARAT-SYARAT UMUM (AV) 41.

PENGANTAR

Syarat-syarat Umum (AV) 41 selengkapnya bernama : “Algemene voorwarden voor de uitvoering bij aanneming van openbare werken” atau dalam bahasa Indonesia: “Syarat-syarat Umum untuk pelaksanaan bangunan umum yang dilelangkan”.

Syarat-syarat Umum ini ditetapkan dengan Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda, tanggal 28 Mei 1941, No.4. Oleh sebab itu dikenal dengan nama sebutan SU (AV) 41.

Pertimbangan untuk menetapkan SU (AV)41 ini adalah keperluan untuk mengatur hak-hak dan kewajiban yang seimbang antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi.

Konon kabarnya Asosiasi Kontraktor Hindia Belanda ikut membantu menyusun dan merumuskan SU (AV)41 ini

Walaupun SU (AV)41 merupakan hasil karya dimasa Pemerintah kolonial Belanda, namun beberapa ketentuan yang baik dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sekarang (UU No.18/1999 dan PP No.29/2000) tetap berlaku karena belum pernah dicabut.

KANDUNGAN ISI YANG PENTING :

1. Direksi (Pasal 3)

1.1. Yang dimaksud dengan Direksi : Pegawai atau pejabat sipil/militer yang ditunjuk Kepala Departemen/dinas/perusahaan/pemerintah daerah atau pejabat yang disebut dalam bestek. Pejabat tersebut.atas nama kepala yang bersangkutan mengawasi terpenuhinya Syarat-Syarat yang telah ditetapkan untuk Penyedia Jasa (ayat 1).

1.2. Bila dalam bestek Direksi belum ditunjuk, maka penunjukan selanjutnya disampaikan secara tertulis kepada Penyedia Jasa (ayat 2).

1.3. Direksi boleh/bisa menugaskan seseorang atau lebih bawahannya, menjalankan pengawasan sehari-hari terhadap pekerjaan/bagian pekerjaan dengan memberitahukan hal tersebut kepada Penyedia Jasa (ayat 3).

1.4. Petunjuk-petunjuk orang tersebut ayat (3) dianggap seperti diberikan Direksi sendiri sepanjang sesuai bestek (ayat 4).

1.5. Bila terjadi perselisihan dengan bawahan Direksi termaksud, Penyedia Jasa dapat mengajukan keberatan kepada Direksi (ayat 5)

Penjelasan:

a) Yang dimaksud dengan Kepala Departemen, dinas, perusahaan atau Pemerintah Daerah adalah pejabat kepada siapa Pemerintah mengamanatkan biaya pekerjaan, jadi termasuk Kepala Proyek. Karena tugasnya maka Direksi harus seorang ahli dalam teknik dan bidang yang sama dengan pekerjaan yang dilaksanakan. Untuk pekerjaan-pekerjaan dilingkungan PU biasanya pejabat PU, walaupun dapat juga terjadi untuk pekerjaan khusus, direksi ditugaskan kepada seorang ahli swasta atau konsultan swasta (ayat 1).

b) Pengawas sehari-hari bukan Direksi tapi petugas dari Direksi (ayat 3).

c) Di tegaskan lagi bahwa bestek mempunyai kedudukan yang kuat (ayat 4)

2. Jaminan (Pasal 4).

2.1. Jika disyaratkan adanya jaminan, maka jaminan ini harus diberikan oleh Penyedia Jasa dalam waktu satu bulan sesudah tanggal penetapan pelaksana konstruksi (ayat 1).

2.2. Jaminan diserahkan kepada Kepala Departemen/divisi/perusahaan/pemerintah daerah atau kepada pejabat yang ditunjuk. Sesudah pekerjaan/sebagian pekerjaan diserahkan dan diterima baik untuk mana diberi jaminan, atas permintaan Penyedia Jasa, jaminan tersebut dikembalikan asalkan jaminan tersebut tidak diperlukan utnuk melindungi denda, ganti rugi, yang harus ditanggung Penyedia Jasa (ayat 3)

Penjelasan :

Titik berat perlunya jaminan, untuk memberikan keamanan bagi Pengguna Jasa agar Penyedia Jasa menjalankan tugasnya dengan baik.

3. Pertanggungan (Asuransi) (Pasal 5).

3.1 Penyedia Jasa diwajibkan meng-asuransikan pekerjaan dan bahan-bahan dalam persediaan atas biaya Penyedia Jasa untuk kepentingan Pengguna Jasa dengan jumlah yang semakin meningkat (Polis Terbuka) sesuai kemajuan pekerjaan sampai serah terima akhir kecuali bestek menentukan lain (ayat 1).

3.2 Asuransi harus termasuk semua yang disediakan Pengguna Jasa dipekerjaan termasuk Gambar-Gambar dan Barang-Barang untuk Direksi (ayat 2).

3.3 Polis dibuat atas nama Pengguna Jasa dan bukti-bukti pembayaran premi diserahkan kepada Direksi (ayat 3).

3.4 Penyedia Jasa wajib memperbaiki/mengganti kerusakan/kerugian akibat kebakaran yang diasuransikan. Setelah diperbaiki Penyedia Jasa akan menerima dana dari Pengguna Jasa (ayat 4).

3.5 Jika Penyedia Jasa tidak melaksanakan perbaikan (penggantian kerusakan/kerugian dan pekerjaan tersebut dilaksanakan Pengguna Jasa dengan biaya Penyedia Jasa, kemungkinan sisa dana asuransi setelah dipotong biaya perbaikan/penggantian diserahkan kepada Pengguna Jasa sedangkan bila terjadi kekurangan akan diambil/dipotong dari jumlah pembayaran atau diselesaikan dengan cara lain (ayat 5).

3.6 Jika Penyedia Jasa lalai membayar premi asuransi maka akan dibayar Pengguna Jasa atas tanggungan Penyedia Jasa (ayat 6).

3.7 Direksi berhak mensyaratkan bahan/alat/mesin untuk Penyedia Jasa yang ada di lapangan diasuransikan terhadap kebakaran/kerugian lain untuk kepentingan Direksi pada perusahaan asuransi yang ber-reputasi baik (ayat 7)

Penjelasan:

a) Tujuan pokok dari ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini adalah menjamin keamanan Pengguna Jasa agar tidak menderita rugi dengan mengeluarkan 2 kali biaya untuk pekerjaan yang sama atau pengeluaran dilakukan begitu saja.

Oleh karena itu asuransi harus dilakukan terhadap :

- Pekerjaan/bagian pekerjaan yang telah dikerjakan/diserahkan Penyedia Jasa yang berarti pekerjaan/bagian pekerjaan tersebut telah dibayar Pengguna Jasa dengan nilai pertanggunggan disesuaikan dengan nilai pekerjaan yang diselesaikan sehingga tidak terlalu memberatkan Penyedia Jasa;

- Barang-barang/alat-alat/bahan milik Pengguna Jasa yang diserahkan untuk pekerjaan.

b) Agar tidak disalahgunakan, polis asuransi harus atas nama Pengguna Jasa. Bila terjadi kebakaran, klaim asuransi diberikan kepada Pengguna Jasa dan kemudian baru diserahkan kepada Penyedia Jasa setelah pekerjaan diperbaiki.

c) Karena premi merupakan syarat mutlak berlangsungnya asuransi maka hal ini harus diawasi Pengguna Jasa sehingga bila terjadi kelalaian Penyedia Jasa membayar premi, maka Pengguna Jasa harus membayarkannya terlebih dahulu kemudian memotong pembayaran kepada Penyedia Jasa.

d) Untuk pekerjaan yang bersifat khusus dan Direksi menganggap perlu maka Direksi berwenang memerintahkan Penyedia Jasa untuk meng-asuransikan barang/bahan milik Penyedia Jasa yang akan dipakai untuk pekerjaan.

4. Rencana Kerja (Pasal 10)

4.1. Penyedia Jasa selekasnya setelah penunjukan, wajib menyampaikan suatu rencana kerja berisi data selengkap mungkin tentang metode kerja, rencana penggunaan peralatan, urut-urutan pekerjaan dan perkiraan waktu pelaksanaan macam pekerjaan untuk mendapatkan persetujuan dari Direksi (ayat 1)

4.2. Persetujuan Pengguna Jasa atas rencana kerja tidak membebaskan Penyedia Jasa untuk menyelesaikan dan menyerahkan pekerjaan sesuai bestek dan juga tak berarti memberi peluang Penyedia Jasa minta ganti rugi jika ternyata metode pelaksanaan penggunaan peralatan atau urut-urutan pekerjaan tidak mengenai sasaran (ayat 2)

4.3. Jika karena perobahan keadaan atau pandangan atau kelambatan pelaksanaan rencana kerja tidak diikuti, metode rencana kerja akan dirubah dengan persetujuan Pengguna Jasa (ayat 4)

4.4. Penyedia Jasa wajib sebelumnya memberitahukan secara tertulis kepada Direksi mengenai tanggal pekerjaan secara nyata dimulai dan pekerjaan tidak boleh dimulai sebelum jaminan tersebut Pasal 4 ayat 1 dilaksanakan (ayat 5 dan 6)

Penjelasan:

a. Dalam melaksanakan pekerjaan yang terdiri dari banyak bagian, satu sama lain harus saling berhubungan sehingga tidak saling mengganggu/menghalangi tapi membuat roda pelaksanaan berputar lancar dan teratur.

Untuk mencapai hal tersebut, jumlah bahan, tenaga, peralatan, waktu mulai/akhir masing-masing bagian pekerjaan harus dianalisis, diatur dengan teliti dalam bentuk grafis/bentuk lain yang mudah dibaca sebagai pedoman pelaksanaan bagi Penyedia Jasa yang dinamakan rencana pekerjaan (work program).

b. Selain sebagai prasarana pelaksanaan, rencana kerja merupakan alat kontrol bagi Direksi mengenai ketepatan/kecepatan kerja dan dapat diketahui sumber kelambatan.

c. Ketidak cocokan antara pelaksanaan dan rencana kerja bisa terjadi karena :

- Salah taksir/analisis

- Kesalahan teknis/pengurusan tanggungan Penyedia Jasa

- Keadaan diluar kemampuan Penyedia Jasa, walaupun diluar tanggungan Penyedia Jasa, dengan diketahuinya gangguan ini, rencana kerja diperbaiki sehingga pekerjaan tidak terlalu terlambat.

d. Walaupun rencana kerja dibuat Penyedia Jasa dan disetujui Pengguna Jasa, ditekankan bahwa bila rencana kerja tidak cocok Penyedia Jasa tidak boleh minta ganti rugi. Hal ini berarti Penyedia jasa harus membuat rencana kerja dengan teliti dan dapat dipertanggungjawabkan

5.Pengujian Bahan (Pasal 23)

5.1. Bahan-bahan harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam “Syarat-Syarat Umum” ini. Jika syarat-syarat untuk suatu jenis bahan tertentu tidak ada dalam Syarat-Syarat Umum, maka bahan tersebut harus memenuhi Syarat-Syarat yang lain untuk bahan sejenis.

5.2. Bahan-bahan sebelum dikerjakan/diserahkan harus dinilai/diuji mutunya disuatu Laboratorium Pemeriksaan Bahan.

Bila Pengguna Jasa adalah Pemerintah maka Direksi berhak memutuskan bahan-bahan diuji di Laboratorium Negara (ayat 2 dan 9)

5.3. Jika Direksi menolak bahan-bahan, Penyedia Jasa berwenang minta bahan tersebut diuji pada Laboratorium Negara. Jika ternyata hasil pengujian memenuhi syarat maka bahan-bahan tersebut disahkan sebagai memenuhi syarat (ayat 15)

5.4. Bila terjadi keadaan seperti tersebut butir 5.3, hasil pengujian menyatakan bahan-bahan memenuhi syarat, maka biaya pengujian menjadi beban Pengguna Jasa (ayat 16)

6. Penyediaan/Pemberian Gambar-Gambar (Pasal 30).

6.1. Gambar bestek dan Gambar Detail harus diberi tanda oleh Direksi (ayat 1)

6.2. Jika Gambar Detail disediakan Penyedia Jasa, sesudah diadakan perubahan bila diperlukan, disetujui Pengguna Jasa (ayat 3)

Penjelasan :

Gambar bestek/detail dianggap sah setelah ditandatangani Direksi

7. Pendetailan dan pengerjaannya (pasal 37)

Jika gambar detail yang diberikan kepada Penyedia Jasa tidak sesuai dengan gambaran yang secara wajar dapat dibentuk dari kesatuan bestek dengan gambar-gambarnya

(dipandang dari sudut ilmu bangunan, termasuk gambar detail pokok) maka jikalau hal ini mengakibatkan pekerjaan lebih, dapat diperhitungkan.

Penjelasan :

Misalnya pada waktu tender diberikan gambar bestek untuk portal yang dibuat dari konstruksi besi biasa sebagai dasar penawaran, kemudian pada waktu penunjukan Penyedia Jasa baru diberikan gambar detail.

8. Hubungan dengan pekerjaan lain (Pasal 40)

8.1. Penyedia Jasa harus mengizinkan pihak lain yang diperintahkan Direksi melakukan pekerjaan masing-masing secara bersama ditempat yang sama

(ayat 1).

8.2. Jika pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan satu sama lain tersebut saling bersinggungan maka para Penyedia Jasa yang terkait harus bermusyarawah sebelum pekerjaan-pekerjaan tersebut bersinggungan dan kalau perlu mengusulkan pengaturan kepada Direksi (ayat 2).

8.3. Jika para Penyedia Jasa tidak segera mendapat persesuaian atau usulannya ditolak Direksi, maka Direksi akan menetapkan bagaimana pelaksanaan oleh masing-masing Penyedia Jasa harus dilakukan (ayat 3)

Penjelasan :

Rumah dikerjakan Penyedia Jasa A;

Instalasi Listrik Penyedia Jasa B.

9. Penyerahan Pekerjaan (Pasal 47)

9.1. Penyedia Jasa harus menyerahkan pekerjaan pada tanggal tercantum dalam bestek atau dalam jumlah hari almanak, yang diijinkan dalam bestek terhitung sejak penunjukan Penyedia Jasa secara tertulis (ayat 1).

9.2. Jika bestek menetapkan bahwa pekerjaan diserahkan dalam bagian-bagian, maka Penyedia Jasa harus menyerahkan tiap bagian tersebut pada tanggal-tanggal tersebut dalam bestek atau dalam jumlah hari almanak yang ditentukan (ayat 2).

9.3. Penyerahan pekerjaan/bagian pekerjaan dilaksanakan berdasarkan pemeriksaan (penilaian) sesudah Penyedia Jasa mengajukan permintaan tertulis yang mencantumkan tanggal rencana penyerahan (ayat 3).

Penjelasan :

a. Jika jangka waktu pelaksanaan dalam hari almanak, hari-hari libur tidak dapat dipakai sebagai alasan minta perpanjangan waktu.

b. Penyerahan pekerjaan berdasarkan hasil optimal yang disahkan dengan Berita Acara yang menyatakan pekerjaan telah dilaksanakan sesuai bestek, baik dan lengkap.

c. Bila syarat-syarat belum terpenuhi, Penyedia Jasa harus memperbaiki. Bila melampaui batas tanggal penyerahan bisa kena denda.

10. Perpanjangan waktu penyerahan (Pasal 48)

10.1. Jangka waktu penyerahan pekerjaan/bagian pekerjaan atas permintaan Penyedia Jasa dapat diperpanjang dalam keadaan-keadaan berikut :

Penyedia Jasa harus mengerjakan pekerjaan tambah atau pekerjaan lain selain tersebut dalam bestek, jika karena itu pekerjaan terpaksa diperlambat.

Pekerjaan tidak dapat dimulai pada waktu ditetapkan atau pekerjaan harus dihentikan atau mengalami kelambatan karena Direksi atau pada waktu yang ditetapkan tidak memenuhi kewajibannya.

Pelaksanaan pekerjaan mengalami kelambatan karena angin topan, gempa bumi, air pasang/surut luar biasa, kebakaran, pemberontakan, sabotase atau keadaan luar biasa, terlepas dari kehendak dan diluar kesalahan Penyedia Jasa.

(ayat 1).

10.2. Permohonan perpanjangan waktu harus diajukan melalui Direksi dengan menentukan saat mulai pekerjaan, lamanya peristiwa terjadi yang mengakibatkan kelambatan (ayat 2).

10.3. Kelambatan-kelambatan karena pemasok tidak memenuhi kewajiban tidak bisa menjadi penyebab perpanjangan waktu kecuali keadaan diluar kekuasaan (ayat 3).

Penjelasan :

Barang impor dengan kapal laut, kapal tenggelam merupakan pengecualian ayat 3.

11. Denda kelambatan (Pasal 49).

Jika dalam bestek ditetapkan denda kelambatan dalam satuan waktu/hari tanpa menetapkan batas maksimum maka denda maksimum tidak boleh melebihi 10% x harga borongan.

Penjelasan :

Denda tidak melebihi jumlah perkiraan keuntungan yang akan diperoleh (10%).

12. Pekerjaan tambah dan kurang (Pasal 50).

12.1. Penyimpangan rencana tak boleh terjadi tanpa izin Pengguna Jasa kecuali Direksi diberi kuasa yang harus diberitahukan secara tertulis kepada Penyedia Jasa.

(ayat 1).

12.2. Penyedia Jasa wajib mengizinkan setiap perubahan yang diperintahkan (ayat 2).

12.3. Jika pengetrapan ayat-ayat dalam Pasal ini mengakibatkan pekerjaan kurang, Penyedia Jasa harus menerima jika pekerjaan kurang ini diperhitungkan menurut Pasal 51 (ayat 3).

12.4. Jika pengetrapan ayat-ayat dalam Pasal ini mengakibatkan pekerjaan lebih dan dalam hal Direksi menghendakinya maka Penyedia Jasa harus mengerjakannya kecuali setelah diperhitungkan dengan pekerjaan kurang mengakibatkan biaya lebih dari 10% dari harga borongan (ayat 4).

12.5. Jika terjadi pekerjaan tambah melebihi 10% (setelah diperhitungkan dengan pekerjaan kurang) dan Direksi menghendaki tetap dilaksanakan oleh Penyedia Jasa yang sama, maka Penyedia Jasa tersebut harus memberikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu tertentu apakah dia bersedia untuk mengerjakan pekerjaan tambah yang melebihi 10% tersebut disertai syarat-syarat yang diminta (ayat 5).

12.6. Jika Penyedia Jasa dalam hal tersebut ayat 5 tidak bersedia melaksanakan pekerjaan tambah yang melebihi 10% tersebut atau tidak memberikan pernyataan tertulis dalam waktu yang ditentukan tentang hal tersebut, maka Pengguna Jasa berwenang untuk melengkapi pekerjaan tersebut (ayat 6).

12.7. Jika Penyedia Jasa membuktikan bahwa karena pengetrapan ayat-ayat ini timbul kerugian baginya, maka kerugian ini akan diganti sejumlah yang ditetapkan Pengguna Jasa menurut norma keadilan.

Penjelasan :

a. Ayat 1 :

- Perencanaan hanya boleh dirubah Pengguna Jasa (yang melelangkan);

- Direksi pun tanpa izin Pengguna Jasa tidak boleh mengadakan penyimpangan;

- Penyimpangan rencana dapat mengakibatkan tambahan biaya;

- Penyedia Jasa wajib melakukan perubahan walaupun kadang-kadang berarti pengurangan penerimaan.

- Kewajaran yang dapat disimpulkan : selisih lebih dari pekerjaan tambah dan pekerjaan kurang, Penyedia Jasa memperoleh 10% keuntungan

- Kewajiban mutlak Penyedia Jasa adalah pekerjaan tambah (setelah dikurangi pekerjaan kurang) tidak melebihi 10%.

b. Ayat 7 :

Unsur keadilan dan kewajaran diperhatikan.

13. Perhitungan Pekerjaan Tambah/Kurang (Pasal 51).

13.1. Perhitungan pekerjaan tambah/kurang dilaksanakan berdasarkan harga satuan tersebut dalam kontrak (bestek) dan pembayarannya dilakukan pada pembayaran angsuran berikutnya tanpa keuntungan yang akan dibayarkan pada waktu pembayaran akhir (Penyerahan) (ayat 2 dan Pasal 58 ayat 4).

13.2. Jika perhitungan akhir (setelah diperhitungkan dengan pekerjaan kurang menghasilkan pekerjaan tambah maka Penyedia Jasa memperoleh keuntungan 10% dari harga borongan. Dalam hal terjadi kebalikannya tidak dipotong 10% (ayat 3).

13.3. Harga satuan yang tidak ada dalam bestek/surat penawaran ditetapkan berdasarkan musyawarah antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa (ayat 4).

13.4. Jika sifat dari suatu perubahan menyebabkannya, maka penyimpangan dari harga satuan dalam ayat terdahulu dapat ditentukan suatu jumlah harga yang menyebabkan harga borongan naik atau turun. Penetapan berdasarkan hasil musyawarah antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa (ayat 5).

14. Pos-pos yang diperhitungkan (Pasal 52).

14.1. Untuk bagian-bagian pekerjaan yang harga pembeliannya tidak menentu satu dan lain hal karena syarat yang ditentukan tentang baik tidaknya penyelesaiannya, maka dalam bestek boleh dicantumkan pos-pos yang diperhitungkan, pos-pos mana harus cukup menggambarkan biaya yang berhubungan dengan bagian yang harus dibeli (ayat 1).

14.2. Perhitungan pengeluaran Penyedia Jasa untuk pembelian-pembelian dimaksud dilakukan sedemikian rupa, sehingga dia menerima selisih antara harga pembelian (sesuai bukti) dan harga tercantum dalam pos yang diperhitungkan dalam bestek. Jika terjadi harga pembelian kurang dari pos yang diperhitungkan maka kelebihannya akan dipotong dari harga borongan (ayat 2).

Penjelasan :

Maksud pasal ini agar dalam hal harga-harga bahan tidak stabil, Penyedia Jasa tidak dirugikan dan juga Pengguna Jasa tidak harus membayar harga yang lebih tinggi.

15. Tanggung Jawab Penyedia Jasa (Pasal 54).

15.1. Penyedia Jasa bertanggung jawab selama 5 (lima) tahun sejak hari penyerahan jika:

a. Dia sendiri yang membuat perencanaan (sebagian atau seluruhnya) atas segala kerugian atau ketidak sempurnaan pekerjaan/bagian pekerjaan/menimbulkan kerusakan pada bagian lain/berdekatan sebagai akibat langsung dari rencananya yang tidak layak/kualitas bahan yang buruk kecuali ketidak sempurnaan merupakan akibat dari keadaan yang sewaktu dikerjakan tidak diketahui sebelumnya (ayat 1).

b. Rencana dibuat Pengguna Jasa, terjadi kerusakan dan ketidak sempurnaan akibat kualitas bahan/pelaksanaan yang buruk (ayat 2).

c. Rencana dibuat Pengguna Jasa dan seharusnya Penyedia Jasa secara wajar mengetahui sebelumnya bahwa rencana tersebut kurang sempurna sehingga perlu dirubah namun Penyedia Jasa tidak memberitahukan kepada Pengguna Jasa dan terus melaksanakannya (ayat 3).

15.2. Dengan ketentuan tersebut ayat 1 Pasal 1609 KUHPer tidak berlaku lagi (ayat 2).

15.3 Setelah dinyatakan adanya kerusakan/ketidak sempurnaan tersebut ayat 1, Penyedia Jasa harus diberi kesempatan memperbaiki kerusakan/ketidak sempurnaan dan bila perlu mengambil tindakan pencegahan meluasnya kerusakan/ketidak sempurnaan.

Penjelasan :

a. Ketentuan tanggung jawab Penyedia Jasa selama 5 tahun sejak tanggal penyerahan sebenarnya cukup panjang dengan maksud untuk lebih mendorong Penyedia Jasa melaksanakan pekerjaan dengan baik dan seksama (cara, teknik, pemakaian bahan) sehingga terjamin mutu pekerjaan.

b. Dalam pasal ini ditekankan pula, bahwa selain menjaga kebaikan mutu pelaksanaan, Penyedia Jasa juga harus memperhatikan kewajaran gambar/bestek dan rencana pada waktu pelaksanaan. Dia tidak boleh bersikap acuh tak acuh terhadap kemungkinan terdapatnya kenyataan yang tidak sesuai dengan rencana atau hal yang tidak diduga semula, yang akan berpengaruh buruk pada hasil pekerjaan dimana dia dapat disalahkan, bila tidak memberitahu pada Direksi.

Contoh :

Dalam bestek ditentukan panjang tiang pancang 12 m. Pada salah satu sudut bangunan, ternyata beberapa tiang pancang masuk keseluruhan panjang dan masuknya melebihi persyaratan maksimum (misalnya 0,5 cm pada setiap 10 kali pukulan). Dalam hal ini walaupun Penyedia Jasa telah memenuhi bestek tentang panjang tiang pancang, dia harus memberitahu kelainan ini kepada Direksi dan minta instruksi lebih lanjut.

Jika Penyedia Jasa terus saja bekerja tanpa memberitahu tentang kelainan ini kepada Direksi, maka jika dalam waktu 5 (lima) tahun ternyata bangunan retak, dia bertanggung jawab.

KUHPer Pasal 1609 :

Jika suatu gedung yang telah diborongkan dibuat untuk suatu harga tertentu, seluruhnya atau sebagian musnah disebabkan karena suatu cacad dalam penyusunannya, atau bahkan karena tidak sanggupnya tanah, maka para ahli pembangunannya serta para pemborongnya adalah bertanggung jawab untuk itu selama sepuluh tahun.

16. Kewajiban Penyedia Jasa dalam jangka waktu pemeliharaan (Pasal 55).

Tanpa mengurangi maksud Pasal 63 ayat 1 terhitung sejak penyerahan pekerjaan selama jangka waktu tersebut dalam bestek atas perintah pertama Direksi, Penyedia Jasa wajib memperbaiki sampai memuaskan Direksi, semua kekurangan yang nyata akibat pelaksanaan kurang sempurna dan yang diakibatkan pemakaian bahan yang buruk.

17. Pemutusan Perjanjian (Pasal 62).

17.1. Jika Penyedia Jasa tidak melaksanakan bestek/perjanjian atau tidak menurut instruksi Direksi, maka Direksi memberi waktu yang wajar secara tertulis bagi Penyedia Jasa untuk memenuhi kewajibannya (ayat 1).

17.2 Jika Penyedia Jasa tidak mengindahkan teguran tersebut ayat 1 atau selanjutnya terus melakukan kesalahan yang sama, perjanjian dapat diputuskan tanpa perantaraan pengadilan. Perjanjian tetap berlaku sampai hari pemberitahuan dan akibat-akibat pemutusan baru mulai sesudah hari itu (ayat 2).

17.3 Pengguna Jasa selanjutnya berwenang memutuskan perjanjian tanpa adanya kelalaian Penyedia Jasa terlebih dulu :

a. Setelah denda kelambatan penyerahan mencapai maksimum seperti tersebut dalam Pasal 49.

b. Penyedia Jasa ternyata melakukan tindakan dengan pihak ketiga pada waktu tender sehingga persaingan bebas tersingkirkan dan dalam hal mana Penyedia Jasa juga dikenakan denda sebesar 10% dari harga barang.

c. Menurut penilaian Pengguna Jasa, Penyedia Jasa telah dikenakan denda f. 1.000 (gulden) karena memasukkan orang ke lapangan tanpa ijin.

(ayat 3).

17.4 Jika terjadi pemutusan perjanjian sesuai pasal ini, tanpa mengurangi hak Penyedia Jasa atas pembayaran pekerjaan yang telah diserahkan maka Penyedia Jasa harus membayar denda-denda yang terhutang, denda yang telah dijatuhkan, ganti rugi atas biaya, kerugian dan bunga yang diderita dan akan diderita Pengguna Jasa. Selanjutnya Pengguna Jasa berhak meneruskan pekerjaan itu sendiri (swakelola) atau menyuruh pihak ketiga atas biaya Penyedia Jasa dengan harga pekerjaan sesuai Pasal 61 ayat 6. Akan tetapi Penyedia Jasa tidak punya hak sedikitpun atas pembayaran yang belum dilakukan sebelum pekerjaan selesai sama sekali. Jika pekerjaan diselesaikan dengan harga lebih rendah dari harga borongan maka Penyedia Jasa tidak bisa menuntut selisihnya (ayat 4).

17.5 Dalam hal terjadi pemutusan perjanjian berdasarkan pasal ini, Pengguna Jasa berwenang menggunakan alat-alat untuk Penyedia Jasa untuk pelaksanaan termasuk bahan-bahan yang sudah didatangkan di atau dekat pekerjaan. Pengguna Jasa memelihara alat-alat/bahan tersebut tapi tidak harus membayar ganti rugi untuk penggunaannya. Pengguna Jasa tidak menanggung resiko apapun, kecuali timbul kerusakan karena kesalahan pemakaian (ayat 5).

17.6 Alat-alat dimaksud dianggap sebagai digadaikan sebagai tambahan jaminan atas segala tagihan yang mungkin akan dilakukan Pengguna Jasa akibat perjanjian dan pemutusannya (ayat 6).

17.7 Untuk semua pemberitahuan, penyitaan, gugatan dan tuntutan terhadapnya, sesudah pemutusan perjanjian, Penyedia Jasa tetap memiliki domisili yang telah dipilih (ayat 7).

17.8 Untuk kejadian-kejadian yang sudah diatur dalam Pasal ini, Penyedia Jasa lebih-lebih dianggap telah mengesampingkan berlakunya Pasal-Pasal 1265 sampai dengan Pasal 1267 KUHPer (ayat 8).

Penjelasan :

a) Pasal ini pertama-tama melindungi Pengguna Jasa (pihak yang melelangkan) terhadap kemungkinan Penyedia Jasa bertindak sewenang-wenang dalam pelaksanaan pekerjaan.

b) Pemutusan perjanjian adalah tindakan terjauh yang dapat diambil Pengguna Jasa jika Penyedia Jasa sudah keterlaluan.

c) Dalam hal ini Direksi harus mempunyai bukti nyata mengenai kelalaian Penyedia Jasa dalam hal mana buku harian dan rencana kerja berperan penting dalam memutuskan perjanjian.

Bagi Penyedia Jasa pemutusan perjanjian hanya berakibat kerugian antara lain :

- nama baik tercemar

- tidak bisa menerima pembayaran apapun kecuali yang sudah diprestasikan dikurangi potongan-potongan hutang-hutang, denda, dan sebagainya.

- Jika masih ada sisa harga borongan setelah diselesaikan Direksi, maka Penyedia Jasa tidak berhak sama sekali untuk minta bagian.

Catatan :

Pasal 1265 KUHPer :

Suatu syarat batal adalah syarat yang bila dipenuhi menghentikan perikatan dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah ada suatu perikatan.

Syarat ini tidak menangguhkan pemenuhan perikatan; hanyalah ia mewajibkan si berpiutang mengembalikan apa yang telah diterimanya, apabila peristiwa yang dimaksudkan terjadi.

Pasal 1266 KUHPer :

Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang timbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.

Dalam hal yang demikian, persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada Hakim.

Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat-syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan didalam persetujuan.

Jika syarat-syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, Hakim adalah leluasa untuk menurut keadaan, atas permintaan tergugat memberikan suatu jangka waktu untuk masih juga memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana namun tidak boleh lebih dari satu bulan.

Pasal 1267 – KUHPer :

Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, ataukah ia akan menuntut pembatalan persetujuan, disertai penggantian biaya, kerugian atau bunga.

18 Pelaksanaan pekerjaan oleh Direksi karena kelalaian Penyedia Jasa (Pasal 63).

18.1. Jika Penyedia Jasa tidak memenuhi perintah tertulis Direksi dalam waktu yang wajar maka Direksi berwenang tanpa mengurangi ketentuan Pasal 62 mengerjakan sendiri atau menyuruh orang lain mengerjakan atas beban biaya Penyedia Jasa (ayat 1).

18.2. Kerugian/kelambatan yang mungkin terjadi akibat tindakan ini tetap menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa (ayat 2).

Penjelasan :

Pasal ini perlu diperhatikan untuk menjamin kelancaran dan mutu pekerjaan. Penyedia Jasa seharusnya berusaha agar Pasal ini tidak diterapkan agar nama baiknya tidak ternoda.

B. UNDANG-UNDANG R.I. NO.18/1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI.

PERTIMBANGAN (KONSIDERASI).

1. Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

2. Jasa Konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi/sosial dan budaya yang mempunyai peran penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional.

3. Berbagai peraturan perundangan yang berlaku belum berorientasi baik kepada kepentingan pengembangan jasa konstruksi sesuai dengan karakteristiknya yang mengakibatkan kurang berkembangnya iklim usaha yang mendukung peningkatan daya saing secara optimal, maupun bagi kepentingan masyarakat.

4. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas diperlukan Undang-Undang Jasa Konstruksi.

KANDUNGAN ISI YANG PENTING

1. Ketentuan Umum (Pasal 1).

Ada 11 (sebelas) ayat mengenai ketentuan umum dalam undang-undang ini yaitu :

1.1 Jasa Konstruksi :

- layanan jasa konsultasi perencanaan

- layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi

- layanan jasa pengawasan

(ayat 1)

1.2 Pekerjaan Konstruksi :

Seluruh atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal dan tata lingkungan beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.

(ayat 2).

1.3 Pengguna Jasa :

Orang perseorangan/badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan yang memerlukan layanan jasa konstruksi.

(ayat 3).

1.4 Penyedia Jasa :

Orang perseorangan/badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi.

(ayat 4).

1.5 Kontrak Kerja Konstruksi :

Keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.

(ayat 5).

1.6 Kegagalan bangunan :

Keadaan bangunan yang setelah diserah terimakan Penyedia Jasa kepada Pengguna Jasa menjadi tidak berfungsi baik secara keseluruhan atau sebagian atau tidak sesuai dengan ketentuan kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan Penyedia/Pengguna Jasa.

(ayat 6).

1.7 Forum Jasa Konstruksi :

Sarana komunikasi dan konsultasi antara Masyarakat Jasa Konstruksi dan Pemerintah mengenai masalah Jasa Konstruksi Nasional yang bersifat nasional, independen dan mandiri.

(ayat 7).

1.8 Registrasi :

Kegiatan untuk menentukan kompetensi profesi keahlian dan ketrampilan tertentu; orang perseorangan/badan usaha untuk menentukan izin usaha sesuai klasifikasi dan kualifikasi yang diwujudkan dalam sertifikat.

(ayat 8).

1.9 Perencana Konstruksi :

Penyedia Jasa orang perseorangan/badan usaha yang dinyatakan ahli profesional dibidang perencanaan jasa konstruksi, yang mampu menjadikan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan atau bentuk fisik lain.

(ayat 9).

1.10 Pelaksana Konstruksi :

Penyedia Jasa orang perseorangan/badan usaha yang dinyatakan ahli profesional dibidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain.

(ayat 10).

1.11 Pengawas Konstruksi :

Penyedia Jasa orang perseorangan/badan usaha yang dinyatakan ahli profesional dibidang pengawasan jasa konstruksi yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak mulai pelaksanaan sampai pekerjaan konstruksi selesai dan diserah terimakan. (ayat 11).

2. Penjelasan Umum

Ada 10 butir uraian dalam Penjelasan Umum, diantaranya yang penting :

2.1 Undang-Undang Jasa Konstruksi ingin menyelenggarakan pekerjaan konstruksi secara lebih berdaya guna dan berhasil guna dengan mewujudkan kemitraan yang sinergis antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa baik yang berskala besar/menengah/kecil, kualifikasi umum /spesialis dan terampil serta perlu mewujudkan tertib penyelenggaraan jasa konstruksi untuk menjamin kesetaraan kedudukan antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam hak dan kewajiban (butir 2).

2.2 Industri Jasa Konstruksi makin diminati, tapi peningkatan jumlah tidak diikuti peningkatan kualifikasi dan kinerja yang terlihat pada mutu produk, ketepatan waktu, efisiensi pemanfaatan sumber daya manusia, modal, teknologi dalam penyelenggaraan jasa konstruksi.

Pangsa pasar yang berteknologi tinggi belum sepenuhnya dikuasai usaha jasa konstruksi nasional.

Kesadaran hukum perlu ditingkatkan termasuk kepatuhan Pengguna Jasa & Penyedia Jasa dalam memenuhi kewajiban termasuk pemenuhan mengenai aspek keamanan, keselamatan, kesehatan, lingkungan.

Kondisi tersebut disebabkan :

a. Faktor Internal :

- Kelemahan manajemen, teknologi, modal, tenaga ahli/terampil

- Struktur usaha belum tertata secara utuh dan kokoh.

b. Faktor Eksternal :

- Hubungan kerja Pengguna & Penyedia Jasa kurang setara

- Dukungan sektor lain belum mantap

- Pembinaan jasa konstruksi secara nasional belum tertata

(butir 3).

2.3 Peningkatan kemampuan usaha jasa konstruksi perlu iklim usaha kondusif :

2.3.1 Terbentuknya Pranata Usaha :

a) Persyaratan Usaha

b) Standar Klasifikasi dan Kualifikasi

c) Tanggung Jawab Profesional

d) Perlindungan Pekerja

e) Proses Perikatan yang terbuka

f) Kontrak Kerja yang setara.

2.3.2 Dukungan Pengembangan Usaha :

a). Modal

b) Jaminan Mutu

c) Asosiasi Perusahaan dan Asosiasi Profesi.

2.3.3 Perkembangan Partisipasi Masyarakat

2.3.4 Pengaturan, Pemberdayaan, Pengawasan Pemerintah/Masyarakat.

2.3.5 Pembentukan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (butir 5)

2.4 Untuk meningkatkan potensi nasional, perlu mengutamakan jasa dan barang produksi dalam negeri (butir 6)

2.5 Semua penyelenggara jasa konstruksi wajib mematuhi ketentuan UU RI No.18/1999 (butir 9)

2.6 UUJK menjadi landasan untuk menyesuaikan ketentuan tercantum dalam peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait yang tidak sesuai.

Undang-Undang ini mempunyai hubungan komplementaris dengan Undang-Undang tentang :

2.6.1 Keselamatan Kerja 2.6.11 Hak Cipta

2.6.2 Wajib Daftar Perususahaan 2.6.12 Paten

2.6.3 Perindustrian 2.6.13 Merk

2.6.4 Ketenaga Listrikan 2.6.14 Pengelolaan lingkungan hidup

2.6.5 Kamar Dagang & Industri 2.6.15 Ketenaga kerjaan

2.6.6 Kesehatan Kerja 2.6.16 Perbankan

2.6.7 Usaha Perasuransian 2.6.17 Perlindungan konsumen

2.6.8 Jaminan Sosial Tenaga Kerja 2.6.18 Praktek monopoli & persaingan

2.6.9 Perseroan Terbatas tidak sehat

2.6.10 Usaha Kecil 2.6.19 Arbitrase & Alternatif –

penyelesaian sengketa

2.6.20 Peraturan tata ruang

(butir 10).

3. Pengaturan Jasa Konstruksi (Pasal 2).

Berlandaskan 10 asas yaitu kejujuran, keadilan, manfaat, keserasian, keseimbangan, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan.

4. Tujuan pengaturan jasa konstruksi (Pasal 3).

4.1 Memberi arah pertumbuhan dan perkembangan agar terwujud struktur usaha yang kokoh, andal, daya saing tinggi, hasil kerja berkualitas (ayat a).

4.2 Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa (ayat b).

4.3 Mewujudkan peningkatan peran masyarakat (ayat c).

5. Jenis usaha jasa konstruksi (Pasal 4).

5.1 Usaha Perencanaan mulai studi pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen kontrak (ayat 1 dan 2).

5.2 Usaha Pelaksanaan mulai persiapan lapangan sampai serah terima akhir pekerjaan (ayat 3).

5.3 Usaha Pengawasan mulai persiapan lapangan sampai serah terima akhir pekerjaan (ayat 4).

6. Bentuk Usaha Konstruksi (Pasal 5)

Bentuk usaha jasa konstruksi dapat perorangan atau badan usaha. Usaha perorangan hanya untuk resiko kecil, teknologi rendah biaya kecil. Untuk perencana konstruksi/pengawas konstruksi usaha perorangan hanya boleh sesuai keahlian. Pekerjaan beresiko besar/teknologi tinggi/biaya besar hanya dapat dilakukan oleh badan usaha (PT)/badan usaha asing yang dipersamakan.

7. Bidang usaha jasa konstruksi (Pasal 6)

7.1. Arsitektur / Sipil

7.2. Mekanikal / Elektrikal

7.3. Tata Lingkungan.

8. Persyaratan Usaha/Keahlian/Ketrampilan (Pasal 8)

Perencana/Pelaksana/Pengawas konstruksi yang berbentuk badan usaha harus :

8.1. Memenuhi ketentuan tentang izin usaha.

8.2 Memiliki sertifikat, klasifikasi, kualifikasi perusahaan jasa konstruksi.

Penjelasan :

- Fungsi perizinan mempunyai fungsi publik untuk melindungi masyarakat dalam usaha konstruksi.

- Standar klasifikasi dan kualifikasi keahlian kerja diperoleh melalui ujian yang diselenggarakan badan/lembaga yang ditangani dengan proses registrasi. Hanya yang punya sertifikat diizinkan bekerja dibidang usaha jasa konstruksi.

9. Persyaratan Perencana, Pelaksana dan Pengawas Konstruksi (Pasal 9).

9.1. Perencana dan Pengawas konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat keahlian (ayat 1).

9.2. Pelaksana konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat ketrampilan dan keahlian kerja (ayat 2).

9.3. Orang perseorangan yang dipekerjakan badan usaha sebagai perencana konstruksi atau pengawas konstruksi atau tenaga tertentu dalam badan usaha pelaksana konstruksi harus punya sertifikat keahlian (ayat 3).

9.4. Tenaga kerja pekerjaan keteknikan yang bekerja pada pelaksana konstruksi harus punya sertifikat ketrampilan dan keahlian kerja (ayat 4).

Penjelasan :

§ Kualifikasi dan klasifikasi ketrampilan dan keahlian kerja diperoleh melalui proses registrasi.

§ Tujuannya : Standar produktivitas kerja dan mutu kerja.

10. Tanggung Jawab Profesional (Pasal 11).

10.1. Badan usaha dan orang perseorangan harus bertanggung jawab atas hasil pekerjaannya (ayat 1).

10.2. Tanggung jawab tersebut dilandasi prinsip-prinsip keahlian sesuai kaidah keilmuan, kepatuhan, kejujuran intelektual dengan tetap mengutamakan kepentingan umum (ayat 2).

10.3. Pemenuhan tanggung jawab ditempuh melalui mekanisme Undang-Undang (ayat 3).

Penjelasan :

a) Mekanisme pertanggung jawaban dapat melalui asuransi.

b) Pertanggung jawaban terhadap Pengguna Jasa dapat dengan pengenaan sanksi administratif.

11. Kemampuan Penguna Jasa untuk membayar (Pasal 15).

11.1. Pengguna Jasa harus mampu membayar pekerjaan konstruksi yang didukung dokumen dari lembaga perbankan/lembaga lain (ayat 2).

11.2. Kemampuan membayar dapat diwujudkan dalam bentuk lain yang disepakati (ayat 3).

11.3. Bila Pengguna Jasa instansi Pemerintah, kemampuan membayar diwujudkan dengan dokumen tentang ketersediaan anggaran (ayat 4).

Penjelasan :

Bukti kemampuan membayar dalam bentuk lain : Jaminan barang tidak bergerak/bergerak.

12. Layanan Jasa Perencanaan, Pelaksanaan, Pengawasan (Pasal 16).

12.1. Penyedia Jasa terdiri dari :

12.1.1 Perencana Konstruksi

12.1.2 Pelaksana Konstruksi

12.1.3 Pengawas Konstruksi.

(ayat 1).

12.2. Layanan jasa yang dilakukan Penyedia Jasa dilakukan secara terpisah dalam pekerjaan konstruksi (ayat 2).

12.3. Layanan jasa perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dapat dilakukan secara terintegrasi dengan memperhatikan : besaran pekerjaan atau biaya, penggunaan teknologi, resiko besar bagi para pihak atau kepentingan umum (ayat 3).

Penjelasan :

a. Penggabungan ketiga fungsi (perencanaan, pelaksanaan, pengawasan) dikenal antara lain dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan dan pembangunan (engineering procurement and construction) dan model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build) dengan tetap menjamin terwujudnya efisiensi.

b. Pekerjaan yang dilaksanakan umumnya bersifat kompleks, teknologi canggih, resiko besar seperti : kilang minyak, pusat listrik, reaktor nuklir.

13. Pengikatan Para Pihak (Pasal 17).

13.1. Pengikatan berdasarkan persaingan sehat melalui pemilihan Penyedia Jasa dengan cara pelelangan (umum/terbatas) (ayat 1).

13.2. Pelelangan terbatas : Penyedia Jasa yang lulus prakualifikasi (ayat 2).

13.3. Dalam keadaan tertentu, dapat dengan pemilihan/penunjukan langsung (ayat 3).

13.4. Pertimbangan pemilihan Penyedia Jasa :

- Kesetaraan bidang

- Keseimbangan antara kemampuan dan beban kerja

- Kinerja.

(ayat 4).

13.5. Penyedia Jasa yang dipilih harus memenuhi syarat Pasal 8 dan 9 (ayat 5).

13.6. Badan usaha milik satu/kelompok orang yang sama atau berada dalam kepengurusan yang sama tidak boleh ikut lelang untuk satu pekerjaan secara bersamaan (ayat 6).

Penjelasan :

a. Pengikatan antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam kedudukan sejajar dengan hak dan kewajiban yang adil dan setara disertai sanksi.

b. Prinsip persaingan sehat :

- Kedudukan sejajar antara para pihak

- Proses pemilihan terbuka

- Peluang keikut sertaan

- Prinsip persaingan sehat dituangkan dalam dokumen yang jelas.

c. Pemilihan atas dasar persaingan sehat dilakukan secara umum terbatas atau langsung.

d. Yang dimaksud keadaan tertentu :

- Penanganan darurat

- Pekerjaan kompleks yang hanya dapat dilakukan Penyedia Jasa tertentu/pemegang hak.

- Pekerjaan rahasia (keamanan/keselamatan negara)

- Pekerjaan skala kecil.

14. Kewajiban para pihak dalam pengikatan (Pasal 18).

14.1. Pengguna Jasa :

14.1.1 menerbitkan dokumen tentang pemilihan Penyedia Jasa secara lengkap, jelas, benar dan dapat dipahami.

14.1.2 menetapkan Penyedia Jasa secara tertulis sebagai hasil pemilihan.

(ayat 1).

14.2. Penyedia Jasa :

Menyusun dokumen penawaran berdasarkan prinsip keahlian untuk disampaikan kepada Pengguna Jasa.

(ayat 2).

14.3. Dokumen tersebut 14.1 dan 14.2 bersifat mengikat para pihak dan tidak ada yang boleh merubah sampai kontrak ditanda tangani.

(ayat 3).

14.4. Para pihak harus menindak lanjuti penetapan tertulis dengan suatu kontrak kerja kontruksi agar terpenuhi hak dan kewajiban para pihak secara adil dan seimbang, dilandasi itikad baik (ayat 4).

Penjelasan :

a. “Prinsip keahlian dalam menyusun dokumen penawaran” :

mengindahkan prinsip profesionalisme, kesesuaian, pemenuhan ketentuan dokumen dan dapat dipertanggung jawabkan.

b. Yang dimaksud “mengikat” :

materi dalam dokumen penawaran tidak boleh dirubah atau dokumen yang diterbitkan Pengguna Jasa tidak boleh dirubah sepihak sejak disampaikan sampai penetapan tertulis.

15. Perubahan, pembatalan penetapan tertulis, pengunduran diri (Pasal 19).

Jika Pengguna Jasa mengubah atau membatalkan penetapan tertulis atau Penyedia Jasa mengundurkan diri setelah penetapan tertulis dan hal tersebut menimbulkan kerugian pada salah satu pihak maka pihak yang merubah/membatalkan/mengundurkan diri dikenakan ganti rugi atau bisa dituntut secara hukum.

16. Larangan Pengguna Jasa memberikan pekerjaan (Pasal 20).

Pengguna Jasa dilarang memberikan pekerjaan kepada Penyedia Jasa terafiliasi untuk mengerjakan suatu pekerjaan konstruksi pada lokasi dan kurun waktu yang sama tanpa melalui pelelangan umum atau terbatas.

Penjelasan :

“Perusahaan terafiliasi” :

Perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki satu perusahaan induk.

Pemberian pekerjaan kepada Penyedia Jasa tersebut dapat dilakukan bila mengikuti proses pelelangan sesuai Pasal 17.

17. Pengikatan Sub-Penyedia Jasa (Pasal 21).

17.1. Ketentuan seperti diatur Pasal 17, Pasal 18 dan Pasal 19 berlaku juga dalam pengikatan antara Penyedia Jasa dan Sub. Penyedia Jasa (ayat 1).

17.2. Cara pemilihan Penyedia Jasa, penerbitan dokumen dan penetapan Penyedia Jasa diatur dengan Peraturan Pemerintah (ayat 2).

Penjelasan :

Sub-Penyedia Jasa pada dasarnya adalah Penyedia Jasa, maka perlakuan terhadap Penyedia Jasa, diperlakukan sama terhadap Sub. Penyedia Jasa.

18. Kontrak Kerja Konstruksi (Pasal22).

18.1. Hubungan hukum antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi (ayat 1).

18.2. Kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya memuat uraian :

18.2.1 Para Pihak 18.2.8 Penyelesaian Perselisihan

18.2.2 Unsur Pekerjaan 18.2.9 Pemutusan Kontrak

18.2.3 Masa Pertanggungan 18.2.10 Keadaan Memaksa

18.2.4 Tenaga Ahli 18.2.11 Kegagalan Bangunan

18.2.5 Hak & Kewajiban 18.3.12 Perlindungan Pekerja

18.2.6 Cara Pembayaran 18.4.13 Aspek Lingkungan

18.2.7 Cidera Janji.

(ayat 2).

18.3. Kontrak kerja konstruksi untuk perencanaan harus memuat ketentuan tentang hak atas kekayaan intelektual (ayat 3).

18.4. Kontrak kerja konstruksi dapat memuat kesepakatan tentang insentif (ayat 4).

18.5. Kontrak kerja konstruksi – pelaksanaan dapat memuat ketentuan tentang Sub Penyedia Jasa, Pemasok bahan atau komponen bangunan/peralatan (ayat 5).

18.6. Kontrak kerja dalam bahasa Indonesia.

Dengan pihak asing : bahasa Indonesia dan Inggris.

(ayat 6).

18.7. Ketentuan kontrak kerja berlaku juga antara Penyedia Jasa dan Sub-Penyedia Jasa (ayat 7).

18.8. Ketentuan-ketentuan mengenai : kontrak kerja konstruksi, hak atas kekayaan intelektual, pemberian insentif, pemasok komponen bahan/peralatan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (ayat 8).

Penjelasan :

a. Yang dimaksud identitas para pihak : nama, alamat, kewarga negaraan, wewenang menanda tangani, domisili.

b. Lingkup kerja meliputi :

- Volume pekerjaan

- Persyaratan administrasi

- Persyaratan teknik

- Pertanggungan atau jaminan

- Laporan.

Nilai Pekerjaan :

Besaran biaya yang akan diterima Penyedia Jasa untuk seluruh pekerjaan.

Waktu Pelaksanaan :

Waktu untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan.

c. “Informasi” :

Dokumen lengkap dan benar yang harus disediakan Pengguna Jasa untuk Penyedia Jasa dalam melaksanakan pekerjaan : IMB, penyerahan lahan.

d. Pembayaran dapat berkala/sekaligus.

e. Cidera Janji :

- Tidak melakukan apa yang diperjanjikan dan/atau

- Melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi tidak sesuai dan/atau

- Melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi terlambat dan/atau

- Melaksanakan sesuatu menurut perjanjian tidak boleh

Tanggung jawab :

pemberian kompensasi, penggantian biaya, perpanjangan waktu perbaikan, pelaksanaan ulang pekerjaan, pemberian ganti rugi.

f. Penyelesaian perselisihan memuat :

- Ketentuan tata cara penyelesaian perselisihan yang mengakibatkan ketidak sepakatan tentang pengertian, penafsiran, pelaksanaan kontrak.

- Ketentuan tentang tempat dan cara penyelesaian

- Penyelesaian perselisihan ditempuh melalui : musyawarah / mediasi / arbitrase / pengadilan.

g. Keadaan memaksa :

- Bersifat mutlak a para pihak tidak mungkin melaksanakan hak dan kewajiban.

- Bersifat tidak mutlak a para pihak masih mungkin melaksanakan hak & kewajiban.

Resiko akibat keadaan memaksa dapat diperjanjikan antara lain melalui asuransi.

h. Perlindungan pekerja :

Sesuai undang-undang tentang keselamatan/kesehatan pekerja serta jaminan sosial tenaga kerja.

i. Aspek lingkungan :

sesuai undang-undang tentang pengelolaan lingkungan hidup.

j. Kekayaan intelektual :

Hasil inovasi perencana konstruksi dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi, baik dalam bentuk hasil akhir dan/atau bagiannya.

Penggunaan hak atas kekayaan intelektual yang sudah dipatenkan harus dilindungi undang-undang.

k. “Insentif” : Penghargaan yang diberikan kepada Penyedia Jasa atas prestasi : pekerjaan lebih cepat.

Insentif dapat berbentuk uang atau bentuk lain.

19. Tahapan dan Ketentuan Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi (Pasal 23).

19.1 Tahap penyelenggaraan pekerjaan konstruksi :

19.1.1 Tahap Perencanaan

19.1.2 Tahap Pelaksanaan

19.1.3 Tahap Pengawasan.

(ayat 1).

19.2 Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi harus memenuhi ketentuan tentang :

19.2.1 Keteknikan 19.2.4. Kesehatan

19.2.2 Keamanan 19.2.5. Perlindungan pekerja

19.2.3 Keselamatan 19.2.6. Tata lingkungan.

(ayat 2).

19.3 Para pihak dalam melaksanakan ketentuan ayat 1 harus memenuhi kewajiban

yang dipersyaratkan untuk menjamin tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. (ayat 3).

19.4 Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah. (ayat 4).

Penjelasan :

a) Tahapan penyelenggaraan adalah : perencanaan yang meliputi :

- Pra Studi Kelayakan - Perencanaan Teknik

- Studi Kelayakan - Perencanaan Umum.

b) Pelaksanaan.

c) Pengawasan yang meliputi :

- Pengawasan fisik

- Pengawasan

- Uji Coba

- Penyerahan bangunan.

d). Kegiatan setiap tahap pekerjaan konstruksi :

- Penyiapan

- Pengerjaan

- Pengakhiran.

e). Keteknikan meliputi :

- Standar konstruksi

- Standar mutu pekerjaan

- Standar mutu bahan/komponen bangunan

- Standar mutu peralatan.

f). Ketenaga kerjaan meliputi :

Syarat standar keahlian dan ketrampilan.

g).Kewajiban para pihak dalam penyelenggaraan konstruksi :

Dalam kegiatan penyiapan :

Ø Pengguna Jasa :

· Penyerahan dokumen lapangan dan fasilitas

· Membayar uang muka bila diperjanjikan.

Ø Penyedia Jasa :

· Menyampaikan rencana kerja untuk disetujui

· Memberikan jaminan uang muka

· Mengusulkan Sub-Penyedia Jasa.

- Dalam kegiatan pengerjaan :

Ø Pengguna Jasa : Mempelajari/meneliti kontrak kerja, melaksanakan seluruh isi kontrak, menanggung resiko kelalaian.

- Dalam kegiatan pengakhiran :

Ø Pengguna Jasa : Memenuhi tanggung jawab sesuai kontrak atas hasil kerja Penyedia Jasa.

Ø Penyedia Jasa : Meneliti seluruh pekerjaan sebelum serah terima.

20. Penggunaan Sub-Penyedia Jasa (Pasal 24).

20.1 Penyedia Jasa dapat menggunakan Sub-Penyedia Jasa yang memiliki keahlian khusus (ayat 1).

20.1 Sub-Penyedia Jasa tersebut harus memenuhi syarat tercantum dalam Pasal 8 dan 9 (ayat 2).

20.2 Penyedia Jasa wajib memenuhi hak Sub-Penyedia Jasa sesuai kontrak (ayat 3).

20.3 Sub-Penyedia Jasa wajib memenuhi kewajiban sesuai kontrak (ayat 4).

Penjelasan :

a. Keikutsertaan Sub-Penyedia Jasa dibatasi oleh adanya tuntutan pekerjaan dengan keahlian khusus dengan cara sub. kontrak tanpa mengurangi tanggung jawab Penyedia Jasa atas seluruh pekerjaan.

b. Bagian pekerjaan yang akan dilaksanakan Sub.Penyedia Jasa harus dengan persetujuan Pengguna Jasa.

c. Pengikut sertaan Sub-Penyedia Jasa bertujuan pemberian peluang untuk keahlian khusus.

d. Hak-hak Sub-Penyedia Jasa :

- Menerima pembayaran secara tepat waktu dan tepat jumlah yang harus dijamin Penyedia Jasa.

- Pengguna Jasa berkewajiban memantau pemenuhan hak Sub-Penyedia Jasa tersebut.

21. Kegagalan Bangunan (Pasal 25).

21.1 Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa bertanggung jawab atas kegagalan bangunan (ayat 1).

21.2 Penyedia Jasa bertanggung jawab atas kegagalan bangunan selama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak serah terima terakhir pekerjaan (ayat 2).

21.3 Kegagalan bangunan ditetapkan oleh pihak ketiga sebagai penilai ahli (ayat 3).

Penjelasan :

a. Penetapan kegagalan bangunan oleh pihak ketiga sebagai penilai ahli dimaksudkan untuk menjaga objektifitas.

b. Penilai ahli :

- Orang perseorangan/kelompok orang/lembaga yang disepakati para pihak

- Bersifat independen

- Mampu memberikan penilaian objektif dan profesional.

22. Kegagalan bangunan karena kesalahan Penyedia Jasa (Pasal 26).

22.1 Kegagalan bangunan karena kesalahan perencana atau pengawas konstruksi yang menimbulkan kerugian pada pihak lain a perencana/pengawas bertanggung jawab dan dikenakan ganti rugi (ayat 1).

22.2 Kegagalan bangunan karena kesalahan pelaksana konstruksi yang menimbulkan kerugian pihak lain a pelaksana konstruksi bertanggung jawab dan dikenakan ganti rugi (ayat 2).

Penjelasan :

a. Ganti rugi dilakukan melalui mekanisme pertanggungan.

b. Pertanggung jawaban pelaksanaan konstruksi dibidang usaha dikenakan dalam bentuk sanksi administratif.

c. Besaran ganti rugi dihitung berdasarkan tingkat kegagalan

d. Pelaksanaan ganti rugi dilakukan melalui mekanisme pertanggungan.

23. Kegagalan bangunan karena kesalahan Pengguna Jasa (Pasal 27).

Kegagalan bangunan karena kesalahan Pengguna Jasa yang menyebabkan kerugian pihak lain a Pengguna Jasa bertanggung jawab dan dikenakan ganti rugi.

24. Peran Masyarakat (Pasal 29 dan 30).

24.1 Masyarakat berhak :

24.1.1 Melakukan pengawasan untuk mewujudkan tertib pelaksanaan jasa

konstruksi.

24.1.2 Memperoleh ganti rugi yang layak akibat penyelenggaraan konstruksi.

24.2 Masyarakat berkewajiban :

24.2.1 Menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan pelaksanaan konstruksi.

24.2.2 Mencegah terjadinya konstruksi yang membahayakan kepentingan

umum.

Penjelasan :

a. Hak masyarakat mengawasi baik pada tahap perencanaan pelaksanaan maupun pengawasan/pemanfaatan hasil.

b. Ganti rugi diberikan sepanjang dapat dibuktikan secara langsung ada pihak yang dirugikan akibat perencanaan, pelaksanaan atau pengawasan.

c. Kewajiban yang dimaksud mengandung makna bahwa setiap orang turut berperan serta menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan bidang jasa konstruksi.

25. Masyarakat Jasa Konstruksi (Pasal 31).

25.1 Masyarakat Jasa Konstruksi: bagian masyarakat yang berkepentingan/berhubungan dengan usaha jasa konstruksi (ayat 1).

25.2 Peran masyarakat konstruksi diselenggarakan melalui forum jasa konstruksi

(ayat 2).

25.3 Peran masyarakat dalam melaksanakan pengembangan jasa konstruksi dilakukan oleh suatu lembaga yang independen dan mandiri (ayat 3).

26 Forum Jasa Konstruksi (Pasal 32).

26.1 Unsur-Unsur Forum Jasa Konstruksi :

26.1.1 Asosiasi Perusahaan Jasa Konstruksi 26.1.5 Organisasi kemasyarakatan

26.1.2 Asosiasi Profesi Jasa Konstruksi 26.1.6 Instansi pemerintah

26.1.3 Asosiasi perusahaan barang & jasa 26.1.7 Unsur-unsur lain.

26.1.4. Masyarakat intelektual

(ayat 1).

26.2 Forum mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam upaya menumbuh kembangkan usaha jasa konstruksi yang berfungsi untuk :

26.2.1 Menampung/menyalurkan aspirasi masyarakat

26.2.2 Merumuskan pengembangan jasa konstruksi

26.2.3 Menumbuh kembangkan peran pengawasan masyarakat

26.2.4 Memberi masukan pada Pemerintah dalam merumuskan pengaturan,

pemberdayaan dan pengawasan.

(ayat 2).

Penjelasan :

a. Asosiasi Perusahaan : satu atau lebih wadah organisasi atau himpunan para pengusaha jasa konstruksi.

b. Asosiasi Profesi : satu atau lebih wadah organisasi atau himpunan perorangan berdasarkan kesamaan disiplin ilmu atau kesamaan profesi untuk mengembangkan keahlian dan memperjuangkan aspirasi anggota.

c. Asosiasi bersifat independen, mandiri dan menjunjung tinggi kode etik profesi.

d. Asosiasi perusahaan barang dan jasa orang perseorangan atau badan usaha yang usahanya dibidang penyediaan barang atau jasa baik langsung atau tidak.

e. Wakil-wakil Pemerintah dalam forum adalah pejabat yang ditunjuk instansi Pemerintah dengan tugas pembinaan.

f. Dengan undang-undang ini pengembangan jasa konstruksi diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat jasa konstruksi.

g. Dalam tahap awal pelaksanaan undang-undang ini peran Pemerintah masih diperlukan untuk :

- Mengambil inisiatif untuk mewujudkan peran forum.

- Memberikan dukungan fasilitas termasuk dana untuk mewajudkan dan berfungsinya peran masyarakat.

27 Keanggotaan & Tugas Lembaga (Pasal 33).

27.1 Anggota-anggota lembaga :

27.1.1 Asosiasi perusahaan jasa konstruksi;

27.1.2 Asosiasi profesi jasa konstruksi;

27.1.3 Pakar perguruan tinggi berkaitan dengan jasa konstruksi;

27.1.4 Instansi pemerintah terkait.

(ayat 1).

27.2 Tugas lembaga :

27.2.1 Melakukan/mendorong penelitian dan pengembangan;

27.2.2 Pendidikan dan pelatihan;

27.2.3 Registrasi tenaga kerja yang meliputi : klasifikasi, kualifikasi dan sertifikasi ketrampilan/keahlian;

27.2.4 Mendorong/meningkatkan peran arbitrase, mediasi penilai ahli.

(ayat 2).

27.3 Untuk mendukung kegiatan, lembaga dapat mengusahakan dana dari masyarakat jasa konstruksi.

(ayat 3).

Penjelasan :

a. Wakil instansi Pemerintah yang duduk dalam Lembaga ditunjuk oleh instansi yang bertugas dan berfungsi membina bidang jasa konstruksi.

b. Pada tahap awal, Pemerintah berinisiatif dalam penetapan lembaga serta pemberian fasilitas termasuk dana operasional.

c. Maksud pengembangan jasa kosntruksi :

- Agar Penyedia Jasa mampu memenuhi standar nasional, regional, internasional.

- Mendorong Penyedia Jasa agar mampu bersaing dipasar nasional maupun internasional.

- Mengembangkan sistim informasi jasa konstruksi.

28 Pembinaan (Pasal 35).

28.1 Pemerintah melakukan pengaturan, pemberdayaan, pengawasan

(ayat 1).

28.2 Pengaturan dilakukan dengan penerbitan peraturan perundang-undangan dan standar teknis.

(ayat 2).

28.3 Maksud pemberdayaan : menumbuh kembangkan kesadaran akan hak dan kewajiban serta peran usaha jasa konstruksi dan masyarakat

(ayat 3).

28.4 Maksud pengawasan : menjamin terwujudnya keterbukaan penyelenggaraan jasa konstruksi.

(ayat 4).

28.5 Pelaksanaan pembinaan dapat bersama masyarakat jasa konstruksi

(ayat 5).

28.6 Tugas pembinaan dapat dilimpahkan ke Pemerintah Daerah (ayat 6).

Penjelasan :

a. Pemerintah wajib membina usaha jasa konstruksi karena peran jasa konstruksi mampu meningkatan kesempatan kerja.

b. Tujuan Pembinaan :

· Jasa Konstruksi :

Menerbitkan peraturan dan kesadaran akan peran strateginya.

Mendukung peningkatan kemampuan asosiasi mengenai pemenuhan hak dan kewajiban.

Mendorong tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.

· Pengguna Jasa :

Menumbuhkan pemahaman dan kesadaran tugas dan fungsi, hak dan kewajiban dalam pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.

Mendorong terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.

· Masyarakat :

Menumbuhkan pemahaman tentang peran strategis jasa konstruksi.

Menumbuhkan kesadaran akan hak dan kewajibannya.

c. Pelaksanaan pembinaan dapat dilakukan melalui kegiatan dalam bentuk forum dan lembaga.

Forum merupakan fasilitas/sarana untuk mendorong terciptanya pemanfaatan dan pengawasan penyelenggaraan jasa konstruksi.

Lembaga adalah wadah pembinaan pelaksanaan pengembangan jasa konstruksi.

Sebagian pembinaan dapat dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah.

29 Penyelesaian Sengketa (Pasal 36).

29.1 Penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh melalui Pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak (ayat 1).

29.2 Penyelesaian sengketa di luar Pengadilan tidak berlaku terhadap tindak pidana (ayat 2).

29.3 Jika dipilih penyelesaian sengketa diluar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh bila upaya tersebut tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa (ayat 3).

Penjelasan :

a. Ketentuan pada ayat (1) untuk melindungi hak keperdataan para pihak.

b. Ketentuan ayat (3) untuk menjamin kepastian hukum.

30 Penyelesaian sengketa di luar Pengadilan (Pasal 37).

30.1 Penyelesaian sengketa diluar Pengadilan dapat ditempuh untuk masalah-masalah:

30.1.1 Pengikatan pekerjaan konstruksi

30.1.2 Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi

30.1.3 Kegagalan bangunan.

(ayat 1).

30.2 Penyelesaian sengketa dapat menggunakan jasa pihak ketiga yang disepakati para pihak (ayat 2).

30.3 Pihak ketiga dapat dibentuk Pemerintah dan atau masyarakat jasa konstruksi.

(ayat 3).

Penjelasan :

a. Ketentuan pada ayat (1) untuk mempertegas bahwa sengketa dapat terjadi pada kegiatan para pihak dalam pekerjaan konstruksi.

b. Sesuai kontrak kerja, para pihak setuju, sengketa diselesaikan pihak ketiga dengan ketentuan yang berlaku tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa.

c. Penunjukan Pihak Ketiga dapat dilakukan sebelum sengketa terjadi yaitu dengan mencantumkan dalam kontrak kerja konstruksi.

d. Bila penunjukan Pihak Ketiga setelah sengketa terjadi, harus disepakati dalam akta tertulis yang ditanda tangani para pihak.

Jasa Pihak Ketiga antara lain : arbitrase, lembaga/ad hoc nasional/internasional, mediasi, konsiliasi atau penilai ahli.

(ayat 2).

31 Gugatan Masyarakat (Pasal 38).

31.1 Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi berhak mengajukan ke Pengadilan secara :

31.1.1 Orang perseorangan

31.1.2 Kelompok orang dengan surat kuasa

31.1.3 Kelompok orang tanpa surat kuasa

(ayat 1).

31.2 Jika kerugian sedemikian rupa, sehingga mempengaruhi peri kehidupan pokok masyarakat, Pemerintah wajib berperan dan dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat.

(ayat 2).

Penjelasan :

Yang dimaksud “hak mengajukan gugatan perwakilan” adalah kelompok kecil masyarakat mewakili kelompok besar masyarakat yang dirugikan berdasarkan keseriusan masalah, faktor hukum dan ketentuan yang timbul karena kerugian/gangguan akibat penyelenggaraan pekerjaan kosntruksi.

32 Bentuk Gugatan (Pasal 39).

Gugatan berbentuk tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu dan/atau tuntutan biaya/pengeluaran nyata dengan kemungkinan tuntutan lain sesuai undang-undang.

Penjelasan :

Gugatan perwakilan yang diajukan masyarakat tidak dapat berbentuk tuntutan ganti rugi, tapi hanya terbatas gugatan lain yaitu :

a. Permohonan kepada pengadilan agar salah satu pihak melakukan tindakan tertentu sehubungan dengan kewajibannya atau tujuan kontrak.

b. Menyatakan salah satu pihak telah melakukan tindakan melanggar hukum karena melanggar kontrak.

c. Memerintahkan salah satu pihak untuk membuat/memperbaiki/mengadakan penyelamatan para pekerja.

Yang dimaksud dengan “biaya atau pengeluaran nyata” adalah biaya yang nyata-nyata dapat dibuktikan telah dikeluarkan oleh masyarakat berkaitan dengan pekerjaan konstruksi.

33 Sanksi (Pasal 41).

Penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif dan atau pidana atas pelanggaran undang-undang.

34 Bentuk sanksi administratif kepada Penyedia Jasa/Pengguna Jasa (Pasal 42).

34.1 Penyedia Jasa :

34.1.1 peringatan tertulis

34.1.2 penghentian sementara pekerjaan

34.1.3 pembatasan kegiatan usaha/profesi

34.1.4 pembekuan izin usaha/profesi

34.1.5 pencabutan izin usaha/profesi.

(ayat 1).

34.2 Pengguna Jasa :

34.2.1 peringatan tertulis

34.2.2 penghentian sementara pekerjaan

34.2.3 pembatatasan kegiatan usaha/profesi

34.2.4 larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan

34.2.5 pembekuan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi

34.2.6 pencabutan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi.

(ayat 2).

34.3 Tata laksana dan penerapan sanksi diatur dengan Peraturan Pemerintah

(ayat 3).

35 Sanksi Pidana (Pasal 43).

35.1 Barang siapa yang merencanakan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan teknis dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi/kegagalan bangunan dipidana maksimum 5 tahun penjara atau denda maksimum 10% dari nilai kontrak (ayat 1).

35.2 Barang siapa yang melaksanakan pekerjaan konstruksi yang bertentangan/tidak sesuai dengan ketentuan teknis dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi/kegagalan bangunan dipidana maksimum 5 tahun penjara atau denda maksimum 5% dari nilai kontrak (ayat 2).

35.3 Barang siapa yang melakukan pengawasan pekerjaan kontrak dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan terhadap ketentuan teknik dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi/kegagalan bangunan dipidana maksimum 5 tahun penjara atau denda maksimum 10% dari nilai kontrak (ayat 3).

36 Ketentuan Peralihan (Pasal 44).

36.1 Ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan jasa konstruksi yang telah ada sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini, dinyatakan tetap berlaku sampai diadakan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan undang-undang ini (ayat 1).

36.2 Penyedia jasa yang telah mempunyai ijin sesuai bidang usahanya dalam waktu 1 (satu) tahun menyesuaikan dengan ketentuan dalam undang-undang ini terhitung sejak diundangkannya (ayat 2).

37 Ketentuan Penutup (Pasal 45).

Pada saat berlakunya undang-undang ini maka ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur hal yang sama dan bertentangan dengan ketentuan undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku.

38 Undang-undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak diundangkan (Pasal 46).

Catatan : Undang-undang ini diundangkan tanggal 7 Mei 1999.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar